Senin, 04 Juli 2016

Pneumonia

Kasus :

Seorang bayi perempuan, usia 6 bulan dibawa ke puskesmas oleh ibunya dengan keluhan sesak napas sudah 4 hari dan semakin memberat sejak pagi ini serta terlihat bibir pasien membiru. Batuk juga dialami pasien sejak seminggu yang lalu. Pasien juga demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi dan turun bila diberi obat penurun panas. Sejak lahir pasien belum pernah mendapat imunisasi.
Pada pemeriksaan fisik:
Status presens: tingkat kesadaran: compos mentis, dispnue (+), anemia (-), ikterus (-), edema (-), sianosis (+), suhu 38,8 derajat Celcius, berat badan : 4000 gram, panjang badan : 57 cm, lingkar kepala : 43 cm, berat badan lahir : 2600 gram.
Kepala: UUB terbuka rata, mata: refleks cahaya (+), pupil isokor
Toraks: simetris fusiformis, retraksi (+), epigastrium interkostal, frekuensi pernapasan: 80 kali/menit, ronki basah pada kedua paru, frekuensi jantung:140 kali/menit, desah (-).
Abdomen: lemas, peristaltik normal.
Ekstremitas: pols: 140 kali/menit, reguler, t/v cukup.
Pasien kemudian dirujuk ke RS dan dilakukan pemeriksaan tambahn dengan hasil:

·         Pemeriksaan darah dijumpai : Hb 11 gr/dl, leukosit 21.000 sel/mm, trombosit : 480.000 sel/mm. Difftel: 1/0/3/80/8/8
·         Analisa Gas Darah : pH: 7,42, PCO2: 40, pO2, 75, BE: -2, HCO3: 24, SaO2: 80%
·         Pemeriksaan foto torak PA didapatkan gambaran infiltrat pada kedua paru
·         Pemeriksaan kultur darah: Streptococcus pneumonia

Tes sensitifitas: sensitifitas terhadap antibiotik masih baik (Benzypenicilin (S=Sensitive), Amoxycillin (S), Ampicillin (S), Cefotaxime (S), Ceftriaxone (S), Levofloxacin (S), Moxifloxacin (S), Azitromycin (S), Claritromicin (S), Doxycycline (S), Erytromycin (S), Clindamycin (S), Linezolid (S), Vancomycin (S), Trimetropim/sulfa (S)


Learning Issues

1. Mekanisme Sesak Napas pada Bayi
a. Kekurangan Oksigen O2
§  Gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru-paru
§  Obstruksi dari jalan napas, misalnya pada bronchospasm dan adanya benda asing
§  Berkurangnya alveoli ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru, emfisema
§  Fungsi restriksi yang berkurang, misalnya pada pneumotoraks, efusi pleura, dan barrel chest
§  Penekanan pada pusat respirasi
b. Gangguan Pertukaran Gas dan Hipoventilasi
§  Gangguan neuromuscular
§  Gangguan pusat respirasi, misalnya karena pengaruh sedative
§  Gangguan saraf prenikus misalnya pada poliomyelitis
§  Gangguan diafragma misalnya tetanus
§  Gangguan rongga dada misalnya kifoskoliosis
§  Gangguan obstruksi jalan napas; obstruksi jalan napas atas misalnya laryngitis/edema laring, obstruksi jalan napas bawah misalnya asma bronchiale dalam hal ini status asmatikus sebagai kasus emergency
§  Gangguan sirkulasi oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS dan keadaan kurang darah.
c. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen didalam paru-paru berkurang
§  Kadar Hb berkurang
§  Kadar Hb yang tinggi, tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya CO (pada kasus keracunan ketika inhalasi gas)
§  Perubahan pada inti Hb misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti Fe3+
d. Stagnasi dari Aliran darah, dapat dibagi atas:
§  Sentral yang disebabkan oleh karena kelemahan jantung
§  Gangguan aliran darah perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock) contoh syok hipovolemik akibat hemotoraks.
§  Lokal disebabkan oleh karena terdapatnya vasokonstriksi lokal, dapat pula disebabkan oleh karena jaringan tidak dapat mengikat O2 contohnya pada intoksikasi sianida
e. Kelebihan Carbon Dioksida (CO2)
    Karena adanya shunting pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari kanan ke kiri.
f. Hiperaktivasi Refleks Pernapasan
   Pada keadaan reflex hearing breuer menjadi aktif. Ini disebabkan oleh reflex pulmonary stretch.
g. Emosi
h. Asidosis
    Banyak hubungannya dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi metabolic
g. Penambahan kecepatan metabolism
      Pada umumnya tidak menyebabkan dyspnea kecuali ada penyakit penyerta: COPD, payah jantung (dekomensasi jantung)


PNEUMONIA
2. Definisi
Kata Pneumonia mencakup semua peradangan paru berupa terisinya alveolus oleh cairan dan sel darah. Jenis pneumonia yang umum dijumpai adalah pneumona bakteri yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Alveolus yang terinfeksi terisi cairan dan sel yang semakin banyak. Akhirnya sebagian paru kadang-kadang satu lobus atau bahkan seluruh paru mengalami ‘konsolidasi’ (pemadatan), yang berarti bahwa jaringan paru terisi oleh cairan dan debris sel. (Sumber: Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall Buku Saku, Hal: 330)

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, maupun parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut pneumonitis.
(Sumber: Respirologi (Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto Djojobroto, Sp.P, FCCP)

ISNBA tersering dalam bentuk pneumonia. Pneumona dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi ISNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis/reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non-infeksi. Bila proses infeksi teratasi terjadi resolusi dan biasanya struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan parut/fibrosis.
(Sumber: IPD UI Jilid 3 Hal: 2196) 

3. Etilogi dan Faktor Risiko
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya terinfeksi melali droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. auroginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pada mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan dan pengguna antibiotic yang yang tidak tepat sehingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Terjadilah peningkatan patogenitas/jenis kuman, terutama S. aureus, B. catarrhalis, H. influenza, dan Enterobacteriaceae oleh adanya berbagai mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakterienterik gram negatif.
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang sejenisnya berbeda antar negara, antara satu daerah dengan daerah yang lain pada satu negara diluar RS dan di dalam RS, didalam RS besar/tersier dengan RS yang lebih kecil. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman disuatu tempat. Indonesia belum mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu meskipun pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya cocok dengan pola kuman di Indonesia, namun pedoman berdasarkan pola kuman di luar dan dipakai sebagai acuan secara umum.
Eiologi Pneumonia Komunitas, diketahui berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko tertentu misalnya H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram positif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi antibiotik spektrum luas, P. aeruginosa pada pasien dengan bronkiektasis, terapi steroid (>10 mg/hari), malnutrisi, dan immunosupresi dengan disertai leukopenia. Pada PK rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan adanya Streptococcus pneumonia pada (9-20%), M. pneumonia (13-37%) Chlamydia pneumonia (17%). Patogen pada PK rawat inap diluar ICU pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya.Streptococcus pneumonia duijumpai pada 20-60%, H. influenza (3-10%), dan S. aureus, gram negatif enterik, M. pneumonia, C. pneumonia legionella dam virus sebesar 10%. Kejadian infeksi kuman atipikal mencapai 40-60%. Infeksi patogen gram negative bisa mencapai 10% terutama pada pasien dengan komorbiditas penyakit lain seperti disebut diatas. P. aeroginosa dilaporkan sebesar 4%. Patogen pada PK rawat inap di ICU. Sebesar 10% dari PK dirawat di ICU, 50-60%  tidak diketahui penyebabnya, sekitar 33% disebabkan Streptococcus pneumonia. Disamping patogen yang didapatkan pada pasien rawat inap non-ICU didapatkan peningkatan infeksi patogen gram negatif. Enterobacteriacea dijumpai pada 20%. 10-20% diantaranya oleh P. aeruginosa terutama pasien dengan bronkiektasis. Pada rumah jompo paling sering dijumpai S. aureus yang resisten methisilin (MRSA), bakteri gram negatif, M. tuberculosis dan virus tertentu (adenovirus-cyncytial virus, RSV, dan influenza. Secara in vitro di negara barat dilaporkan adanya resisten pneumokokus terhadap penicillin (drug resisten streptococcus pneumonia /DRSP) sampai sebesar 40% kasus, yang biasanya disertai juga dengan resisten terhadap sefalosporin, makrolida, doksisiklin, dan trimethoprim/sulfametoksazol. Berbagai antibiotic lain aktif terhadap DRSP ini yaitu fluoroquinolone anti pneumokokus yang baru seperti ketolide, vankomisin/linezolid. Penelitian rawat inap di Asia misalnya Indonesia dan Malaysia mendapatkan patogen yang bukan S. pneumonia sebagai penyebab tersering PK, antara lain C. pneumonia.
Etiologi Pneumonia Nasokomial
Etiologi tergantung 3 faktor: tingkat berat sakit, adanya risiko untuk jenis patogen tertentu, massa menjelang timbul onset pneumonia.
 Faktor risiko terjadinya pneumonia dapat dikelompokkan atas 2 golongan yaitu yang tidak bisa diubah yang berkaitan dengan inang (seks pria, penyakit paru kronik, atau gagal organ jamak), dan terkait tindakna yang diberikan (intubasi/selang nasogastric). Pada faktor yang dapat diubah dapat dilakukan upaya mengontrol infeksi, disinfiksi dengan alkohol, pengawasan patogen resisten (multi drug resisten-MDR), penggantian dini alat yang invasif, dan pengaturan tata cara pemakaian antibotik.
Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik >48 jam lamanya perawatan di ICU, skor APACHE, adanya ARDS. PN dan PBV onset dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya disebabkan oleh bakteri yang sensitive terhadap antibiotik, kecuali bila pernah sebelumnya mendapat antibiotik atau dirawat d RS dalam waktu 90 hari. PN dan PBV onset lanjut (hari ke-5 atau lebih) lebih mungkin disebabkan oleh patogen MDR yang berikatan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Faktor risiko terinfeksi pathogen multi resisten yang menyebabkan PN mdan PBV:
a.       Terapi dalam 90 hari sebelumnya
b.      Perawatan RS dalam 5 hari/lebih
c.       Frekuensi tinggi kuman resisten antibiotik di RS/lingkungan pasien
d.      Faktor resiko PKK seperti:
·         Rawat di RS 2 hari/ lebih dari 90 hari terakhir
·         Beridam di rumah jompo
·         Terapi infus di rumh
·         Anggota keluarga terinfeksi pathogen multiresisten
·         Penyakit immunosupresif +/- terapi
Faktor Risiko utama untuk pathogen tertentu pada Pneumonia:
Patogen
Faktor Risiko
Steptococcus aureus (MRSA)
Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM, gagal ginjal
P. aureginosa
Pernah dapat antibiotic, ventilator >2 hari, lama dirawat di ICU, terap steroid/antibiotic, kelainan struktur paru (bronkiektasis, kistik fibrosis), malnutrisi
Anaerob
Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobacter spp
Antibiotik sebelum onset pneumonia dan ventilasi mekanik
(Sumber: IPD UI Jilid 3 Hal: 2197-2199)

4. Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosa empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien.
Patogenesis pneumonia adalah gambaran interaksi dari ketiga faktor tersebut tercermin pada kecenderungan terjadinya infeksi oleh faktor perubah (modifying factor) seperti terlihat dibawah ini. Faktor pengubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia komunitas:
a.       Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain: usia >65 tahun, pengobatan beta lactam dalam 3 bulan terakhir, alcoholism, penyakit immunosupresif (termasuk terapi menggunakan kortikosteroid), penyakit penyerta yang multiple, kontak pada lansia.
b.      Patogen gram negatif: tinggal di rumah panti jompo, penyakit kardiopulmonal penyerta, penyakit penyerta yang jamak, baru selesai mendapatkan terapi antibiotika.
c.       Pseudomonas aeruginosa: penyakit paru struktual,(bronkiektasis), terapi kortikosteriod (>10 mg prednisone/hari), terapi antibiotic spectrum luas>7 hari pada bulan sebelumnya.
Patogenesis pneumonia: Patogen yang berasal dari trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring. Kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel silia & mucus), humoral (antibody dan komplemen), dan selular (leukosit polinuklear, makrofag, limfosit, dan sitokinnya). Kolonisasinya terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan akibat tindakan intubasi.

5. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : anatomi, etiologi, gejala klinis, atau menurut lingkingannya. Berdasarkan lokasi anatominya, pneumonia dapat terbatas pada segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Jika hanya melibatkan lobules, pneumona sering mengenai bronkus dan bronkiolus sehingga sering disebut bronkopneumonia. Mikroorganisme yang ditemui dari hasil isolusi specimen sputum tidak selalu berarti bahwa spesies yang ditemukan adalah penyebab pneumonianya, terutama jika ditemukan E. coli atau H. influenza. Kuman komensal saluran pernapasan bagian atas kadang-kadang dapat menyebabkan pneumonia karena sifatnya telah berubah menjadi patogen. Dapat juga terjadi pneumonia yang mempunyai etiologi bakteri multiple. Pada pasien yang penyakitnya sangat parah, sering ditemukan penyebabnya adalah bakteri bersama virus. Menurut gejala klinisnya pneumonia dibedakan menjadi pneumonia klasik dan pneumonia atipik. Adanya batuk yang produktif adalah ciri pneumonia klasik, sedangkan pneumonia atipik mempunyai ciri berupa batuk non-produktif. Peradangan paru pada pneumonia atipik terjadi pada jaringan intersisial sehingga tidak menimbulkan eksudat. Menurut lingkungan kejadiannya, pneumonia dibedakan menjadi: pneumonia community, acquired, hospital-acquired, serta pneumonia pada pasien immunocompromised. Pembagian ini dibuat untuk memudahkan dalam menentukan kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya.
 (Sumber: Respirologi (Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto Djojobroto, Sp.P, FCCP. Hal: 136-137)

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan berdasarkan inang dan lingkungannya menjadi:
a.       Pneumonia komunitas             :           sproradis atau endemik ; muda atau tua
b.      Pneumonia nasokomial           :           didahului perawatan di RS
c.       Pneumonia rekurens                :           terjadi berulang kali, berdasarkan penyakit paru kronik
d.      Pneumonia aspirasi                  :           alkoholik, usia tua
e.       Pneumonia gangguan imun     :           pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
(Sumber: IPD UI Jilid 3. Hal: 2200-2201)

6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis didahuli oleh gejala infeksi saluran pernapasan akut bagian atas, nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu diatas 40C, menggigil, batuk disertai dahak yang kental, kadang-kadang bersama pus atau darah (bloodstreak). Pada pemeriksaan fisik terlihat ekspansi dada tertinggal pada sisi yang terkena radang, terdapat bunyi redup pada perkusi, dan pada auskultasi terdengar napas bronkial dan ronkhi. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit hingga 30.000/ul pada infeksi bakteri, sedangkan infeksi yang disebabkan virus, peningkatan leukositnya tidak terlalu tinggi bahkan ada yang menurun.
(Sumber: Respirologi (Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto Djojobroto, Sp.P, FCCP. Hal: 139)

7. Diagnosis
Penegakan diagnosis:
a.       Anamnesis:
·         Evaluasi faktor pasien/predisposisi
·         Bedakan lokasi infeksi
·         Usia pasien
·         Masa awitan
b.      Pemeriksaan fisik:
·         Awitan akut: S. pneumonia, Streptococcus spp, Staphylococcus spp, Pneumonia virus: myalgia, malaise, batuk kering dan produktif
·         Awitan lebih insidious: ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kumat oportunistik misalnya: klebsiella, pseudomonas, enterobacteriaceae, kuman anaerob, jamur.
·         Pneumonia klasik: demam, sesak napas, anda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronkhi nyaring, suara nafas bronkial). Bentuk klasik PK primer: bronkopneumonia, pneumonia lobaris/pleuropneumonia, dan bentuk tidak khas PK yang sekunder (didahuli penyakit darah paru)/PN. Manifestasi lain infeksi paru: efusi pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks.
·         Pasien PN/gangguan imun: gangguan kesadaran karena hypoxia.
·         Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting.
c.       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi,pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkogram (airspace disease): Streptococcus pneumonia, bronkopneumonia (segmental disease): Staphylococcus, virus, mikoplasma, dan pneumonia intersisial (interstitial disease): virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrate pada segmen apikal lobus bawah: kuman aspirasi. Kalau tidak sadar lokasi bisa dimana saja. Infiltrat di lobus: Klebsiella spp, tuberculosis/amyloidosis. Infiltrat di lobus bawah: Staphylococcus dan bacteremia. Bentuk lesi: kavitas dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi gram (-)/amyloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia: S. pneumonia, kuman aerob, S. pyogenes, E.coli, Staphylococcus (pada anak), C. pneumonia, P. pseudomallei. Kista pada pneumonia nekrotikans/supurativa, abses dan fibrosis: S. aureus, C. pneumonia, dan kuman-kuman anaerob. Pada pasien yang membaik ulangan foto toraks ditunda, resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
d.      Pemeriksaan Laboratorium: Leukositosis:bakteri, normal/menurun: virus/mikoplasma, pada infeksi berat (-) respon leukosit. Leukopenia: depresi imunitas ; neutropenia: infeksi kuman gram (-), S. aureus pada pasien keganasan, dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
e.       Pemeriksaan Bakteriologi: Apusan gram, burri gin, quel lung test, & ziehl nelson untuk diagnosa dan efek terapi.
f.       Pemeriksaan khusus: titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. AGDA: menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.. Pasien yang di rawat inap perlu diperiksa AGDA dan kultur darah.

8. Diagnosis Banding
a.       Asthma
b.      Atelectasis
c.       Bronchiectasis
d.      Bronchiolitis
e.       Bronchitis
f.       COPD
g.      Foreign Body Aspiration
h.      Lung Abcess
i.        Pneumocystic Carinii Pneumonia
j.        Pneumonia fungal
k.      Pneumonia viral
l.        Respiratory failure

9. Tatalaksana
Antibiotika yang disarankan: Ceftriaxone, Levofloksasin, Moksifloxacin, Ciprofloxacin, Ampicillin/Sulbaktam atau Ertapenem.

10. Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner pada pneumonia pneumokokus dengan bakteremia dijumpai pada 10%  kasus berupa meningitis, arthritis, endocarditis, pericarditis, peritonots,dan empyema. Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non-infeksius bisa dijumpai yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut. Dapat terjadi komplikasi lain berupa ARDS, gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nasokomial.


11. Prognosis
a.       Pneumonia Komunitas: Kejadian PK di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20% diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyabab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada pasien.
b.      Pneumonia Nasokomial: Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakterimia terutama oleh P. aeruginosa/ Acinobacter spp.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar