Kasus :
Seorang bayi perempuan, usia 6 bulan dibawa ke puskesmas oleh
ibunya dengan keluhan sesak napas sudah 4 hari dan semakin memberat sejak pagi
ini serta terlihat bibir pasien membiru. Batuk juga dialami pasien sejak
seminggu yang lalu. Pasien juga demam sejak 4 hari yang lalu, demam tinggi dan
turun bila diberi obat penurun panas. Sejak lahir pasien belum pernah mendapat
imunisasi.
Pada pemeriksaan fisik:
Status presens: tingkat kesadaran: compos mentis, dispnue (+),
anemia (-), ikterus (-), edema (-), sianosis (+), suhu 38,8 derajat Celcius,
berat badan : 4000 gram, panjang badan : 57 cm, lingkar kepala : 43 cm, berat
badan lahir : 2600 gram.
Kepala: UUB terbuka rata, mata: refleks cahaya (+), pupil isokor
Toraks: simetris fusiformis, retraksi (+), epigastrium
interkostal, frekuensi pernapasan: 80 kali/menit, ronki basah pada kedua paru,
frekuensi jantung:140 kali/menit, desah (-).
Abdomen: lemas, peristaltik normal.
Ekstremitas: pols: 140 kali/menit, reguler, t/v cukup.
Pasien kemudian dirujuk ke RS dan dilakukan pemeriksaan tambahn dengan
hasil:
·
Pemeriksaan darah dijumpai : Hb 11 gr/dl, leukosit 21.000 sel/mm,
trombosit : 480.000 sel/mm. Difftel: 1/0/3/80/8/8
·
Analisa Gas Darah : pH: 7,42, PCO2: 40, pO2,
75, BE: -2, HCO3: 24, SaO2: 80%
·
Pemeriksaan foto torak PA didapatkan gambaran infiltrat pada kedua
paru
·
Pemeriksaan kultur darah: Streptococcus pneumonia
Tes sensitifitas: sensitifitas terhadap antibiotik masih baik
(Benzypenicilin (S=Sensitive), Amoxycillin (S), Ampicillin (S), Cefotaxime (S),
Ceftriaxone (S), Levofloxacin (S), Moxifloxacin (S), Azitromycin (S),
Claritromicin (S), Doxycycline (S), Erytromycin (S), Clindamycin (S), Linezolid
(S), Vancomycin (S), Trimetropim/sulfa (S)
Learning Issues
1. Mekanisme Sesak Napas pada Bayi
a. Kekurangan Oksigen O2
§ Gangguan konduksi maupun
difusi gas ke paru-paru
§ Obstruksi dari jalan
napas, misalnya pada bronchospasm dan adanya benda asing
§ Berkurangnya alveoli
ventilasi, misalnya pada edema paru, radang paru, emfisema
§ Fungsi restriksi yang
berkurang, misalnya pada pneumotoraks, efusi pleura, dan barrel chest
§ Penekanan pada pusat
respirasi
b. Gangguan Pertukaran Gas dan Hipoventilasi
§ Gangguan neuromuscular
§ Gangguan pusat
respirasi, misalnya karena pengaruh sedative
§ Gangguan saraf prenikus
misalnya pada poliomyelitis
§ Gangguan diafragma misalnya
tetanus
§ Gangguan rongga dada
misalnya kifoskoliosis
§ Gangguan obstruksi jalan
napas; obstruksi jalan napas atas misalnya laryngitis/edema laring, obstruksi
jalan napas bawah misalnya asma bronchiale dalam hal ini status asmatikus
sebagai kasus emergency
§ Gangguan sirkulasi
oksigen dalam darah, misalnya pada keadaan ARDS dan keadaan kurang darah.
c. Pertukaran gas di paru-paru normal tapi kadar oksigen didalam paru-paru
berkurang
§ Kadar Hb berkurang
§ Kadar Hb yang tinggi,
tapi mengikat gas yang afinitasnya lebih tinggi misalnya CO (pada kasus
keracunan ketika inhalasi gas)
§ Perubahan pada inti Hb
misalnya terbentuknya met-Hb yang mempunyai inti Fe3+
d. Stagnasi dari Aliran darah, dapat dibagi atas:
§ Sentral yang disebabkan
oleh karena kelemahan jantung
§ Gangguan aliran darah
perifer yang disebabkan oleh renjatan (shock) contoh syok hipovolemik akibat
hemotoraks.
§ Lokal disebabkan oleh
karena terdapatnya vasokonstriksi lokal, dapat pula disebabkan oleh karena
jaringan tidak dapat mengikat O2 contohnya pada intoksikasi sianida
e. Kelebihan Carbon Dioksida (CO2)
Karena adanya shunting
pada COPD sehingga menyebabkan terjadinya aliran dari kanan ke kiri.
f. Hiperaktivasi Refleks Pernapasan
Pada keadaan reflex
hearing breuer menjadi aktif. Ini disebabkan oleh reflex pulmonary stretch.
g. Emosi
h. Asidosis
Banyak hubungannya
dengan kadar CO2 dalam darah dan juga karena kompensasi metabolic
g. Penambahan kecepatan metabolism
Pada umumnya tidak
menyebabkan dyspnea kecuali ada penyakit penyerta: COPD, payah jantung
(dekomensasi jantung)
PNEUMONIA
2. Definisi
Kata Pneumonia mencakup semua peradangan paru berupa terisinya
alveolus oleh cairan dan sel darah. Jenis pneumonia yang umum dijumpai adalah
pneumona bakteri yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus. Alveolus yang
terinfeksi terisi cairan dan sel yang semakin banyak. Akhirnya sebagian paru
kadang-kadang satu lobus atau bahkan seluruh paru mengalami ‘konsolidasi’
(pemadatan), yang berarti bahwa jaringan paru terisi oleh cairan dan debris
sel. (Sumber: Fisiologi
Kedokteran Guyton & Hall Buku Saku, Hal: 330)
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan
parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, maupun
parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena
paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut
pneumonitis.
(Sumber: Respirologi (Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto
Djojobroto, Sp.P, FCCP)
ISNBA tersering dalam bentuk pneumonia.
Pneumona dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi
ISNBA lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada
pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis/reaksi inflamasi berupa alveolitis
dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Istilah pneumonia lazim dipakai
bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya
yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses
non-infeksi. Bila proses infeksi teratasi terjadi resolusi dan biasanya
struktur paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan
antara lain oleh staphylococcus atau kuman gram negatif terbentuk jaringan
parut/fibrosis.
(Sumber: IPD UI Jilid 3 Hal: 2196)
3. Etilogi dan Faktor Risiko
Cara terjadinya penularan berkaitan pula
dengan jenis kuman, misalnya terinfeksi melali droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia, melalui selang
infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator
oleh P. auroginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan pada
mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti
gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan dan pengguna
antibiotic yang yang tidak tepat sehingga menimbulkan perubahan karakteristik
kuman. Terjadilah peningkatan patogenitas/jenis kuman, terutama S. aureus, B.
catarrhalis, H. influenza, dan Enterobacteriaceae oleh adanya berbagai
mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakterienterik gram negatif.
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai
tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan.
Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang sejenisnya berbeda
antar negara, antara satu daerah dengan daerah yang lain pada satu negara
diluar RS dan di dalam RS, didalam RS besar/tersier dengan RS yang lebih kecil.
Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman disuatu tempat. Indonesia
belum mempunyai data mengenai pola kuman penyebab secara umum, karena itu
meskipun pola kuman diluar negeri tidak sepenuhnya cocok dengan pola kuman di
Indonesia, namun pedoman berdasarkan pola kuman di luar dan dipakai sebagai
acuan secara umum.
Eiologi Pneumonia Komunitas, diketahui
berbagai patogen yang cenderung dijumpai pada faktor risiko tertentu misalnya
H. influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia, gram positif
pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi antibiotik spektrum luas, P. aeruginosa
pada pasien dengan bronkiektasis, terapi steroid (>10 mg/hari), malnutrisi,
dan immunosupresi dengan disertai leukopenia. Pada PK rawat jalan jenis patogen
tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan adanya Streptococcus pneumonia pada
(9-20%), M. pneumonia (13-37%) Chlamydia pneumonia (17%). Patogen pada PK rawat
inap diluar ICU pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya.Streptococcus pneumonia
duijumpai pada 20-60%, H. influenza (3-10%), dan S. aureus, gram negatif
enterik, M. pneumonia, C. pneumonia legionella dam virus sebesar 10%. Kejadian
infeksi kuman atipikal mencapai 40-60%. Infeksi patogen gram negative bisa
mencapai 10% terutama pada pasien dengan komorbiditas penyakit lain seperti
disebut diatas. P. aeroginosa dilaporkan sebesar 4%. Patogen pada PK rawat inap
di ICU. Sebesar 10% dari PK dirawat di ICU, 50-60% tidak diketahui penyebabnya, sekitar 33%
disebabkan Streptococcus pneumonia. Disamping patogen yang didapatkan pada
pasien rawat inap non-ICU didapatkan peningkatan infeksi patogen gram negatif.
Enterobacteriacea dijumpai pada 20%. 10-20% diantaranya oleh P. aeruginosa
terutama pasien dengan bronkiektasis. Pada rumah jompo paling sering dijumpai
S. aureus yang resisten methisilin (MRSA), bakteri gram negatif, M.
tuberculosis dan virus tertentu (adenovirus-cyncytial virus, RSV, dan
influenza. Secara in vitro di negara barat dilaporkan adanya resisten
pneumokokus terhadap penicillin (drug resisten streptococcus pneumonia /DRSP)
sampai sebesar 40% kasus, yang biasanya disertai juga dengan resisten terhadap
sefalosporin, makrolida, doksisiklin, dan trimethoprim/sulfametoksazol.
Berbagai antibiotic lain aktif terhadap DRSP ini yaitu fluoroquinolone anti
pneumokokus yang baru seperti ketolide, vankomisin/linezolid. Penelitian rawat
inap di Asia misalnya Indonesia dan Malaysia mendapatkan patogen yang bukan S.
pneumonia sebagai penyebab tersering PK, antara lain C. pneumonia.
Etiologi Pneumonia Nasokomial
Etiologi tergantung 3 faktor: tingkat berat
sakit, adanya risiko untuk jenis patogen tertentu, massa menjelang timbul onset
pneumonia.
Faktor
risiko terjadinya pneumonia dapat dikelompokkan atas 2 golongan yaitu yang
tidak bisa diubah yang berkaitan dengan inang (seks pria, penyakit paru kronik,
atau gagal organ jamak), dan terkait tindakna yang diberikan (intubasi/selang
nasogastric). Pada faktor yang dapat diubah dapat dilakukan upaya mengontrol
infeksi, disinfiksi dengan alkohol, pengawasan patogen resisten (multi drug
resisten-MDR), penggantian dini alat yang invasif, dan pengaturan tata cara
pemakaian antibotik.
Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik
>48 jam lamanya perawatan di ICU, skor APACHE, adanya ARDS. PN dan PBV onset
dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya disebabkan oleh bakteri yang
sensitive terhadap antibiotik, kecuali bila pernah sebelumnya mendapat antibiotik
atau dirawat d RS dalam waktu 90 hari. PN dan PBV onset lanjut (hari ke-5 atau
lebih) lebih mungkin disebabkan oleh patogen MDR yang berikatan dengan
mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Faktor risiko terinfeksi pathogen multi
resisten yang menyebabkan PN mdan PBV:
a. Terapi
dalam 90 hari sebelumnya
b. Perawatan
RS dalam 5 hari/lebih
c. Frekuensi
tinggi kuman resisten antibiotik di RS/lingkungan pasien
d. Faktor
resiko PKK seperti:
·
Rawat di RS 2 hari/ lebih dari 90 hari
terakhir
·
Beridam di rumah jompo
·
Terapi infus di rumh
·
Anggota keluarga terinfeksi pathogen
multiresisten
·
Penyakit immunosupresif +/- terapi
Faktor Risiko utama untuk pathogen tertentu
pada Pneumonia:
Patogen
|
Faktor Risiko
|
Steptococcus aureus (MRSA)
|
Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat
IV, DM, gagal ginjal
|
P. aureginosa
|
Pernah dapat antibiotic, ventilator >2
hari, lama dirawat di ICU, terap steroid/antibiotic, kelainan struktur paru
(bronkiektasis, kistik fibrosis), malnutrisi
|
Anaerob
|
Aspirasi, selesai operasi abdomen
|
Acinobacter spp
|
Antibiotik sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik
|
(Sumber: IPD UI Jilid 3 Hal: 2197-2199)
4. Patogenesis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3
faktor yaitu keadaan (imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan
lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan
klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit,
diagnosa empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien.
Patogenesis pneumonia adalah gambaran interaksi
dari ketiga faktor tersebut tercermin pada kecenderungan terjadinya infeksi
oleh faktor perubah (modifying factor) seperti terlihat dibawah ini. Faktor
pengubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia
komunitas:
a. Pneumokokus
yang resisten penisilin dan obat lain: usia >65 tahun, pengobatan beta
lactam dalam 3 bulan terakhir, alcoholism, penyakit immunosupresif (termasuk
terapi menggunakan kortikosteroid), penyakit penyerta yang multiple, kontak
pada lansia.
b. Patogen
gram negatif: tinggal di rumah panti jompo, penyakit kardiopulmonal penyerta,
penyakit penyerta yang jamak, baru selesai mendapatkan terapi antibiotika.
c. Pseudomonas
aeruginosa: penyakit paru struktual,(bronkiektasis), terapi kortikosteriod
(>10 mg prednisone/hari), terapi antibiotic spectrum luas>7 hari pada
bulan sebelumnya.
Patogenesis pneumonia: Patogen yang berasal
dari trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring. Kebocoran melalui
mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. Pneumonia terjadi akibat proses infeksi bila
patogen yang masuk saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi
setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan
mekanik (epitel silia & mucus), humoral (antibody dan komplemen), dan
selular (leukosit polinuklear, makrofag, limfosit, dan sitokinnya).
Kolonisasinya terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan terapi yang
terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan
bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif pada saluran
pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran
hematogen, dan akibat tindakan intubasi.
5. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan :
anatomi, etiologi, gejala klinis, atau menurut lingkingannya. Berdasarkan
lokasi anatominya, pneumonia dapat terbatas pada segmen, lobus, atau menyebar
(diffuse). Jika hanya melibatkan lobules, pneumona sering mengenai bronkus dan
bronkiolus sehingga sering disebut bronkopneumonia. Mikroorganisme yang ditemui
dari hasil isolusi specimen sputum tidak selalu berarti bahwa spesies yang
ditemukan adalah penyebab pneumonianya, terutama jika ditemukan E. coli atau H.
influenza. Kuman komensal saluran pernapasan bagian atas kadang-kadang dapat
menyebabkan pneumonia karena sifatnya telah berubah menjadi patogen. Dapat juga
terjadi pneumonia yang mempunyai etiologi bakteri multiple. Pada pasien yang
penyakitnya sangat parah, sering ditemukan penyebabnya adalah bakteri bersama
virus. Menurut gejala klinisnya pneumonia dibedakan menjadi pneumonia klasik
dan pneumonia atipik. Adanya batuk yang produktif adalah ciri pneumonia klasik,
sedangkan pneumonia atipik mempunyai ciri berupa batuk non-produktif.
Peradangan paru pada pneumonia atipik terjadi pada jaringan intersisial
sehingga tidak menimbulkan eksudat. Menurut lingkungan kejadiannya, pneumonia
dibedakan menjadi: pneumonia community, acquired, hospital-acquired, serta
pneumonia pada pasien immunocompromised. Pembagian ini dibuat untuk memudahkan
dalam menentukan kemungkinan jenis mikroorganisme penyebabnya.
(Sumber: Respirologi
(Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto Djojobroto, Sp.P, FCCP. Hal: 136-137)
Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia
telah dikelompokkan berdasarkan inang dan lingkungannya menjadi:
a. Pneumonia
komunitas : sproradis atau endemik ; muda atau tua
b. Pneumonia
nasokomial : didahului perawatan di RS
c. Pneumonia
rekurens : terjadi berulang kali, berdasarkan
penyakit paru kronik
d. Pneumonia
aspirasi : alkoholik, usia tua
e. Pneumonia
gangguan imun : pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
(Sumber: IPD UI Jilid 3. Hal: 2200-2201)
6.
Manifestasi Klinis
Gambaran
klinis didahuli oleh gejala infeksi saluran pernapasan akut bagian atas, nyeri
ketika menelan, kemudian demam dengan suhu diatas 40C, menggigil, batuk
disertai dahak yang kental, kadang-kadang bersama pus atau darah (bloodstreak).
Pada pemeriksaan fisik terlihat ekspansi dada tertinggal pada sisi yang terkena
radang, terdapat bunyi redup pada perkusi, dan pada auskultasi terdengar napas
bronkial dan ronkhi. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah
leukosit hingga 30.000/ul pada infeksi bakteri, sedangkan infeksi yang
disebabkan virus, peningkatan leukositnya tidak terlalu tinggi bahkan ada yang
menurun.
(Sumber: Respirologi (Respiratory Medicine) Dr, R. Darmanto
Djojobroto, Sp.P, FCCP. Hal: 139)
7.
Diagnosis
Penegakan
diagnosis:
a.
Anamnesis:
·
Evaluasi
faktor pasien/predisposisi
·
Bedakan
lokasi infeksi
·
Usia
pasien
·
Masa
awitan
b.
Pemeriksaan
fisik:
·
Awitan
akut: S. pneumonia, Streptococcus spp, Staphylococcus spp, Pneumonia virus:
myalgia, malaise, batuk kering dan produktif
·
Awitan
lebih insidious: ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kumat
oportunistik misalnya: klebsiella, pseudomonas, enterobacteriaceae, kuman
anaerob, jamur.
·
Pneumonia
klasik: demam, sesak napas, anda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak,
ronkhi nyaring, suara nafas bronkial). Bentuk klasik PK primer: bronkopneumonia,
pneumonia lobaris/pleuropneumonia, dan bentuk tidak khas PK yang sekunder
(didahuli penyakit darah paru)/PN. Manifestasi lain infeksi paru: efusi pleura,
pneumotoraks/hidropneumotoraks.
·
Pasien
PN/gangguan imun: gangguan kesadaran karena hypoxia.
·
Warna,
konsistensi, dan jumlah sputum penting.
c.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Radiologi,pneumonia
alveolar dengan gambaran air bronkogram (airspace disease): Streptococcus pneumonia,
bronkopneumonia (segmental disease): Staphylococcus, virus, mikoplasma, dan
pneumonia intersisial (interstitial disease): virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrate
pada segmen apikal lobus bawah: kuman aspirasi. Kalau tidak sadar lokasi bisa
dimana saja. Infiltrat di lobus: Klebsiella spp, tuberculosis/amyloidosis.
Infiltrat di lobus bawah: Staphylococcus dan bacteremia. Bentuk lesi: kavitas
dengan air fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi gram (-)/amyloidosis.
Efusi pleura dengan pneumonia: S. pneumonia, kuman aerob, S. pyogenes, E.coli,
Staphylococcus (pada anak), C. pneumonia, P. pseudomallei. Kista pada pneumonia
nekrotikans/supurativa, abses dan fibrosis: S. aureus, C. pneumonia, dan
kuman-kuman anaerob. Pada pasien yang membaik ulangan foto toraks ditunda,
resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
d.
Pemeriksaan
Laboratorium: Leukositosis:bakteri, normal/menurun: virus/mikoplasma, pada infeksi
berat (-) respon leukosit. Leukopenia: depresi imunitas ; neutropenia: infeksi
kuman gram (-), S. aureus pada pasien keganasan, dan gangguan kekebalan. Faal
hati mungkin terganggu.
e.
Pemeriksaan
Bakteriologi: Apusan gram, burri gin, quel lung test, & ziehl nelson untuk diagnosa
dan efek terapi.
f.
Pemeriksaan
khusus: titer antibody terhadap virus, legionella, dan mikoplasma. AGDA:
menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2.. Pasien yang di rawat inap
perlu diperiksa AGDA dan kultur darah.
8.
Diagnosis Banding
a.
Asthma
b.
Atelectasis
c.
Bronchiectasis
d.
Bronchiolitis
e.
Bronchitis
f.
COPD
g.
Foreign
Body Aspiration
h.
Lung
Abcess
i.
Pneumocystic
Carinii Pneumonia
j.
Pneumonia
fungal
k.
Pneumonia
viral
l.
Respiratory
failure
9.
Tatalaksana
Antibiotika
yang disarankan: Ceftriaxone, Levofloksasin, Moksifloxacin, Ciprofloxacin,
Ampicillin/Sulbaktam atau Ertapenem.
10.
Komplikasi
Dapat
terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner pada pneumonia pneumokokus dengan bakteremia
dijumpai pada 10% kasus berupa
meningitis, arthritis, endocarditis, pericarditis, peritonots,dan empyema.
Terkadang dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non-infeksius bisa dijumpai yang
memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut. Dapat terjadi
komplikasi lain berupa ARDS, gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nasokomial.
11.
Prognosis
a.
Pneumonia
Komunitas: Kejadian PK di USA adalah 3,4-4 juta kasus pertahun, dan 20%
diantaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan
kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyabab
kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada usia lanjut yaitu
sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%.
Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan “faktor perubah” yang ada pada
pasien.
b.
Pneumonia
Nasokomial: Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab
kematian biasanya adalah akibat bakterimia terutama oleh P. aeruginosa/
Acinobacter spp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar