Rabu, 13 Juli 2016

Bell's Palsy

Bell’s Palsy


Kasus:
Seorang laki-laki berusia 44 tahun datang ke praktik dokter dengan keluhan air keluar dari sudut mulut kanan saat minum.
Keluhan ini telah dialami pasien selama 2 hari yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien sarapan pagi. Dijumpai keluhan mulut mencong ke kiri saat tersenyum dan kelopak mata kanan tidak dapat menutup rapat saat memejamkan mata. Tidak dijumpai riwayat nyeri kepala, muntah, kejang, dan demam. Tidak dijumpai riwayat cedera kepala. Tiga hari sebelum munculnya keluhan, pasien sering mengendarai sepeda motor keluar kota.
Dari pemeriksaan klinis dijumpai tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/ment, pernafasan 20x/menit, suhu 36,8C. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai sudut mult tertarik ke kirir, tidak ada kerut kening di sisi kanandan dijumpai lagophtalmus kanan. Pemeriksaan motoric ekstremitas dan sensibilitas wajah dan badan dalam batas normal.

Learning Issues
Anatomi Wajah

Fisiologi Kontraksi Otot Wajah
Serabut saraf dari korteks motorik primer yang berada pada gyrus precentralis        menuju ke kapsula intana (bangunan antara thalamus dan ganglia basalis)         Mesensefalon        Pons (tempat keluarnya nervus facialis)        Impuls akan diteruskan dari nervus facialis (motorik wajah).
Nervus facialis:
·         Nervus temporalis
·         Nervus zigomaticus
·         Nervus bucales                                     Kontraksi otot wajah
·         Nervus mandibular
·         Nervus colli
Kontraksi otot wajah:
Asetilkolin yang dibebaskan oleh akson neuron motoric         berikatan dengan reseptor di saluran motor end palate         Potensial aksi di tubulus transver         Melepaskan Ca2+ dari reticulum endoplasma         Akson mengikat troponin         Tropomiosin. Troponin bergeser ke samping      Jembatan silang myosin akan berikatan dengan aktin         Sarkomer memendek         Kontraksi

Letak Lesi yang Menyebabkan Kelumpuhan pada Wajah
Lokasi Lesi
Prosedur Topodiagnostik
Penyebab Lesi
Dunferior area nuclear di dalam truncus encepali
MRI, CT, Uji Schinner (uji fungsional bagi kelenjar lakrimal)
Neurinoma alasstikus
Setelah nervus petrosus major dipercabangkan
Uji refleks stapedius
Otitis media
Setelah chorda tympani keluar dipercabangkan
Gustrometri (uji persepsi) pengecapan
Otitis media
Setelah berjalan melintasi foramen stylomastoideum
Uji fungsi motoric wajah
Tumor parotid maligna


Perbedaan Lowor Motor Neuron dan Upper Motor Neuron pada Wajah
1.      Jarak motoric dari otak         medulla spinalis dan dari serebrum        batang otak dibentuk oleh UMN
2.      LMN menerima impuls di bagian post dan berjalan menuju sambungan mioneural, berakhir di otot.
Ciri klinik:
1.      UMN: Kehilangan control volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada atropi otot, refleks hiperaktif dan abnormal
2.      LMN: Kehilangan control volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot, atopi otot, tidak ada penurunan refleks
Kelumpuhan UMN ( hemiparesis, hemiplegia, hemiparalisis)
Hemiplegia (kerusakan yang menyeluruh tetapi belum mengenai semua neuron, menimbulkan kelumpuhan pada belahan tubuh kontralateral) akibat hemilesi di korteks motoric primer. Seperti otot-otot wajah, pengunyah dan penelan (dengan atau tanpa kelumpuhan otot leher). Pada tahap pertama hemiparesis karena lesi kortikal sesisi mengakibatkan otot wajah diatas fissure palpebra masih normal, dan lida (deviasi ke sisi yang lumpuh.
Hemiplegigia akbat hemilesi di kapsula intana yaitu gerakan otot wajah sewaktu berpidato yang mengekspresikan unsur emosional, seperti ekspresi wajah hilang.
Hemiplegia alternans yaitu kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortkospinal di tingkat batang otak
a.       Pada mesencephalon: kelumpuhan pada nervus III, paralisis otot penggerak bola mata: m. rektus medialis, m. rektus superior, m. obliqus inferior, m. levator palpebral superior. Menyebabkan strabismus divergen, diplopia
b.      Pada pons: kelumpuhan nervus VI dan nervus VII
Kelumpuhan pada LMN
1.      Sindrom lesi di kornu anterior: nyeri muscular
2.      Sindrom lesi yang selektif merusak motorneuron dan jaras  kortikospinal
a.       Lidah dan otot  penelan lumpuh secara bilateral
b.      Atropi dan fasikulasi lidah terlihat jelas
c.       Refleks masseter meningkat
3.      Kelumpuhan akibat kerusakan pada seluruh radiks ventralis: otot kedua lengan, otot penelan.




Definisi Bell’s Palsy
            Bell’s palsy: Paralisis fasialis idiopatik, merupakan penyebab tersering dari paralisis fasialis unilateral. Kejadian akut unilateral, paralisis saraf tipe LMN (perifer) yang secara gradual mengalami perbaikan pada 80-90% kasus.

Etiologi Bell’s Palsy
1.      Penyebab tersering: HSV (Herpes Simplex Virus) & HSV II
2.      Infeksi: Herpes zoster, penyakit lyme, sifilis, virus epstein-barr, cytomegalovirus, HIV, mycoplasma
3.      Penyakit mikrovaskuler: DM & hipertensi



Faktor Risiko
1.      Keadaan paparan dingin (angina dingin, AC, ata mengemudi dengan jendela mobil yang turun)
2.      Terpapar hembusan angina yang lama

Klasifikasi
Sistem grading oleh House and Brackmann dengan skala I sampai VI
1.      Grade I : fungsi fasial normal
2.      Grade II: disfungsi ringan, dengan karakteristik:
a.       Kelemahan ringan saat di inspeksi mendetail
b.      Sinkinesis ringan dapat terjadi
c.       Simetris normal saat istirahat
d.      Gerakan dahi sedikit sampai baik
e.       Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha
f.       Sedikit asimetris mulut dapat ditemukan
3.      Grade III: disfungsi moderat, dengan karakteristik:
a.       Asimetris kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal
b.      Adanya sinkinesis, kontrafrakturatau spasma hemifasial dapat ditemukan
c.       Simetris normal saat istirahat
d.      Gerakan dahi sedikit sampai moderat
e.       Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha
f.       Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal
4.      Grade IV: disfungsi moderat sampai berat, dengan karakteristik:
a.       Kelemahan dan asimetris jelas terlihat
b.      Simetris normal saat istirahat
c.       Tidak terdapat gerakan dahi
d.      Mata tidak menutup sempurna
e.       Asimetris mulut dengan usaha maksimal
5.      Grade V: disfungsi berat, dengan karakterstik:
a.       Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan
b.      Asimetris juga terdapat saat istirahat
c.       Tidak terdapat gerakan pada dahi
d.      Mata menutup tidak sempurna
e.       Gerakan mulut hanya sedikit
6.      Grade VI: disfungsi (paralisis total), dengan karakteristik:
a.       Asimetris luas
b.      Tidak ada gerakan



Patofisiologi




 







Manifestasi Klinis
Berdasarkan letak lesi:
1.      Lesi di foramen stylomastoid
a.       Dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan paralysis semua otot ekspresi wajah (saat menutup kelopak mata, kedua mata melakukan rotasi ke atas (Bell’s Phenomenon) mata dapat terasa berair karena aliran air mata ke sekat lakrimal dibantu oleh muskulus orbicularis okuli terganggu)
b.      Makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air liur keluar dari sudut mulut
2.      Lesi di kanalis fasialis ( diatas persimpangan dengan korda timpani tetapi dibawah ganglion genikulatum. Gejala sama dengan gejala lesi di foramen stylomastiod ditambah hilangnya pengecapan pada 2/3 anterior lidah pada sisi yang sama.
3.      Lesi disaraf yang menuju m. stapedius dapat terjadi hiperakusis (sensitivitas nyeri terhadap suara keras.
4.      Lesi pada ganglion genikulatum akan menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta melibatkan saraf ke VIII


Penegakan Diagnosa
1.      Anamnesis
a.       Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral dengan onset akut (periode 48 jam)
b.      Nyeri auricular posterior
c.       Penurunan produksi air mata
d.      Hiperakusis
e.        Gangguan pengecapan
f.       Otalgia
2.      Gejala awal
a.       Kelumpuhan muskulus fasialis
b.      Tak mampu menutup mata
c.       Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)
d.      Perubahan pengecapan (57%)
e.       Hiperakusis (30%)
f.       Kesemutan pada dagu dan mulut
g.      Epiphora
h.      Nyeri ocular
i.        Penglihatan kabur
3.      Onset
Onset bell’s palsy mendadak dan gejala mencapai puncaknya <48 jam. Gejala yang mendadak ini membuat pasien khawatir dan menakutkan pasien.
4.      Pemeriksaan Fisik
Pada kepala, telinga, mata hidung dan mulut.
a.       Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (nervus VII), melibatkan wajah satu sisi (atas ata bawah). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear diatas nekleus pons) 1/3 wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. M. orbicularis, frontalis, dan korrugator diinervasi bilateral pada level batang otak, inspeksi awal pasien memperlihatkan lipatan dasar pada dahi dan lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan.
b.      Pada saat pasien diminta mengangkat alis, sisi dahi terlihat datar
c.       Pasin juga dapat melaporkan peningkatan salivasi pada sisi yang lumpuh
     Jika paralisis hanya melibatkan wajah bagian bawah    =    Penyebab supra nuclear

Pasien mengeluh kelumpuhan kontralateral atau diplopia =  kelumpuhan fasial supra nuclear, stroke atau lesi intrasereblar

Kelumpuhan bilateral    =    Sindroma Guillain Barre, penyakit lyme, meningitis

Diagnosa Banding
a.       Akustik neuroma
b.      Otitis media akut
c.       Amiloidosis
d.      Sindroma autoimun
e.       Botulismus
f.       Karsinomatosis
g.      Penyakit carotid dan stroke
h.      Cholesteatoma telinga tengah
i.        Malformasi kongenital
j.        Injeksi ganglion genikulatum
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan menurunkan kerusakan saraf
Pengobatan Inisial
a.       Steroid atau acyclovir (dengan prednisone) mungkin efektif untuk pengobatan bell’s palsy
b.      Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf jik diberikan pada onset awal
c.       Kortikosteroid (prednisone) dosis 1 mg/kgBBatau 60 mg/hari selama 6 hari, diikuti penurunan bertahap total selama 10 hari
d.      Antiviral, asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg ral 5x sehari selama 10 hari. Jika virus varicella zoster dicuriga, dosis tinggi 800 mg oral 5x sehari.
e.       Lindungi mata
Lubrikasi okukar topical (artificial air mata pada siang hari) untuk mencegah corneal exposure.
f.       Fisioterapi atau akupuntur dapat mempercepat perbaikan